oh,
saya baru tahu sebukit batu, sebidang karst, segunung cadas ditelan
habis beberapa mulut, dikunyah hingga takada yang terselip di sela-sela
gigi, diawasi belati besar, sudah menancap dengan gagah di atas tebing
tertinggi, tepat di atas puncak rasa bangga pada tanah juga bebatuan
terkeras. sementara sang saka merah putih terbentang pada dinding tebing
yang merasa perlu didaki, dipanjati selalu dengan rindu yang takbiasa.
saya
memberi rasa museum untukmu, seperti yang telah ditandai pada jemari
tanganmu, jua pada beranda hatimu, dan warga membawa barongsai purba
dari tanah yang juga lama, musik berbunyi takmendayu, keringat mengecat
topeng, satu suku bangsa mati-matian perlihatkan tarian, inginnya berada
di kota besar, ikut parade mempertontonkan jenis kulit yang sengit akan
pertempuran desa terpinggir, jalan hidup yang tersingkir.
oh,
saya diberi pencak silat, tenaga dalam yang kuat,genting dan botol
pasti pecah, anak-anak tampilkan pose menantang, serupa jurus melawan
traktor kotor, dipirig musik yang menggedor-gedor kesadaran, kendang
menghentak gerak, berkat suara terompet melengking, barangkali akan
menyerempet niat tuan yang taklagi menawan.
saya
sepatutnya berduet menggandeng pupuh ampuh, kawih lirih, atau gaya
silat terhebat yang pernah tertampilkan, agar lagu takselalu dianggap
angin, takpedulikan resah warga gunung yang kerap tersandung batu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar