Minggu, 27 Januari 2013
Info Jalan-jalan ke Gunung Hawu
Gunung Hawu
terletak diantara dua kampung; kampung Pamucatan dengan kampung Cidadap. Namun
secara administratif gunung ini berada di kawasan kampung Cidadap (RW 12/RT 2).
Lebih tepatnya, gunung ini berada di kawasan Desa Padalarang, Kec. Padalarang,
Kab. Bandung Barat (Bukan Desa Cipatat seperti yang diklaim pengusaha tambang).
Gunung Hawu ini unik, karena membentuk gua (hawu) bila dilihat dari depan atau membentuk lubang bila dilihat dari atas. Adapun secara ilmiah gunung ini sering disebut-sebut memiliki lengkungan alam. Proses terbentuknya lengkungan alam di Gunung Hawu sangatlah unik dan menjadi perhatian ilmuan di bidang perbatuan. Malahan lengkungan alami yang ada di Gunung Hawu sering disetarakan dengan lengkungan alami yang ada di Amerika. Tepatnya disamakan dengan lengkungan alam yang ada di Virginia dan Utah. Besarnya dimensi lengkungan alam yang terdapat di Gunung Hawu, membuat ia disebut juga jembatan alam.
Adapun penamaan Hawu (bahasa Sunda yang berarti perapian yang membentuk lubang), berasal dari penduduk sekitar. Pasalnya penamaan Hawu hanya relevan saat kita melihat gunung ini dari arah perkampungan Cidadap. Hawu adalah tempat penduduk lokal memasak. Berbentuk lubang, lubangnya diisi kayu bakar, di atas lubang disematkan peralatan masak, seperti ;panci, katel dan lain-lain. Oleh karenanya penamaan Hawu hanya relevan jika kita melihatnya dari arah depan yaitu dari kampung Cidadap, tidak dari arah belakang/ kampung Pamucatan.
Gunung ini sempat menjadi objek wisata pavorit bagi warga desa Padalarang. Pasalnya, di gunung ini ketika itu masih terdapat banyak monyet, dan pepohonannya lumayan rimbun, pemandangan apalagi, masih tampak indah. Penulis sendiri sempat mengalami masa-masa itu, saat monyet masih tidak malu-malu bertatap muka dengan pengunjung yang berniat sekedar ‘botram’.
Berbeda dengan kini. Kini di bagian
atas Gunung Hawu sudah dijadikan areal pertambangan, batu kapur (Karst) yang
ada di situ dikeruk sejadi-jadinya. Wisatawan atau pengunjung, sekalipun
penduduk lokal jadi ‘ogah-ogahan’ berkunjung ke situ. Selain pemandangannya
sudah tidak elok lagi, areal pertambangan memang berbahaya. Sewaktu-waktu bisa
jadi ada batu yang berguguran tak terkendali jatuh ke bawah, itu berbahaya
bisa-bisa menimpa pengunjung.
Selain cara penambangannya yang sudah tidak sederhana lagi. Para pengusaha tambang, atas nama efisiensi dan efektifitas sudah meninggalkan cara-cara menambang batu secara tradisional. Cara-cara itu digantikan dengan cara yang lebih halus atau kasar, dengan massif dan teknik tinggi. Adakalanya pengusaha tambang menggunakan cara kasar yaitu dengan menanam dinamit kecil di dalam batu yang akan ditambang kemudian diledakan. Adakalanya menggunakan cara halus dengan cara menggergaji batu Karst yang ditambang.
Namun, walaupun penambangan sudah semakin massif dan modern merusak sebagian Gunung Hawu. Masih ada saja yang suka berkunjung ke Gunung Hawu. Sebab lengkungan alam /jembatan alam yang unik itu berhasil dilindungi oleh hukum negara, dilarang ada yang merusak itu. Oleh karenanya tebing di areal itu tak berani ada yang menganggu, dan ini menjadi daya tarik bagi para pegiat panjat tebing.
Dari Tagog atau dari Parapatan Arab, kawan-kawan akan disuguhi
jalan berbatu dan terjal saat memasuki kampung Kepuh, yaitu kampung sebelum
memasuki kampung yang dituju yaitu kampung Cidadap. Hingga hari ini
(5/01/2013), jalan di kawasan Kepuh hingga Cidadap ini sudah bertahun-tahun
dibiarkan rusak begitu saja oleh pemerintahan setempat, dalam hal ini
Pemerintah Desa Padalarang. Padahal jika dilihat dari sumber daya alam dan
manusia yang ada, kawasan Cidadap adalah kawasan sentra budidaya jambu biji
merah untuk Kabupaten Bandung Barat. Dan organisasi petaninya cukup produktif,
hingga petaninya memiliki penggilingan padi sendiri dan alat-alat yang
menunjang kinerja tani lainnya. Tak lupa juga ada koperasi di situ sebagai
wadah ekonomi para petani kawasan Cidadap.
Anggap saja jalanan rusak dari Kepuh hingga Cidadap sebagai kabar buruk, kemudian kabar baiknya adalah, saat kawan-kawan memasuki daerah perkebunan di kaki gn. Hawu, kawan-kawan pengunjung bisa makan jambu biji merah petik sendiri secara gratis asal minta pada penduduk setempat atau membelinya berkresek-kresek.
Gunung Hawu ini unik, karena membentuk gua (hawu) bila dilihat dari depan atau membentuk lubang bila dilihat dari atas. Adapun secara ilmiah gunung ini sering disebut-sebut memiliki lengkungan alam. Proses terbentuknya lengkungan alam di Gunung Hawu sangatlah unik dan menjadi perhatian ilmuan di bidang perbatuan. Malahan lengkungan alami yang ada di Gunung Hawu sering disetarakan dengan lengkungan alami yang ada di Amerika. Tepatnya disamakan dengan lengkungan alam yang ada di Virginia dan Utah. Besarnya dimensi lengkungan alam yang terdapat di Gunung Hawu, membuat ia disebut juga jembatan alam.
Adapun penamaan Hawu (bahasa Sunda yang berarti perapian yang membentuk lubang), berasal dari penduduk sekitar. Pasalnya penamaan Hawu hanya relevan saat kita melihat gunung ini dari arah perkampungan Cidadap. Hawu adalah tempat penduduk lokal memasak. Berbentuk lubang, lubangnya diisi kayu bakar, di atas lubang disematkan peralatan masak, seperti ;panci, katel dan lain-lain. Oleh karenanya penamaan Hawu hanya relevan jika kita melihatnya dari arah depan yaitu dari kampung Cidadap, tidak dari arah belakang/ kampung Pamucatan.
Gunung ini sempat menjadi objek wisata pavorit bagi warga desa Padalarang. Pasalnya, di gunung ini ketika itu masih terdapat banyak monyet, dan pepohonannya lumayan rimbun, pemandangan apalagi, masih tampak indah. Penulis sendiri sempat mengalami masa-masa itu, saat monyet masih tidak malu-malu bertatap muka dengan pengunjung yang berniat sekedar ‘botram’.
Gn. Hawu. Internet |
Selain cara penambangannya yang sudah tidak sederhana lagi. Para pengusaha tambang, atas nama efisiensi dan efektifitas sudah meninggalkan cara-cara menambang batu secara tradisional. Cara-cara itu digantikan dengan cara yang lebih halus atau kasar, dengan massif dan teknik tinggi. Adakalanya pengusaha tambang menggunakan cara kasar yaitu dengan menanam dinamit kecil di dalam batu yang akan ditambang kemudian diledakan. Adakalanya menggunakan cara halus dengan cara menggergaji batu Karst yang ditambang.
Namun, walaupun penambangan sudah semakin massif dan modern merusak sebagian Gunung Hawu. Masih ada saja yang suka berkunjung ke Gunung Hawu. Sebab lengkungan alam /jembatan alam yang unik itu berhasil dilindungi oleh hukum negara, dilarang ada yang merusak itu. Oleh karenanya tebing di areal itu tak berani ada yang menganggu, dan ini menjadi daya tarik bagi para pegiat panjat tebing.
Gn. Hawu. Internet |
Tepat di areal lengkungan alam dulunya adalah tempat penduduk lokal berburu sarang walet. Sekarang tidak lagi, karena areal berburu sarang walet sekarang sudah terurug tanah akibat batu-batu Karst penyangga tanah dibabat habis dari atas. Juga di areal itu terdapat gua vertikal yang dalamnya kira-kira 50 meter (baca di sini: Ada Tempat Caving di Samping Tebing Hawu). Di areal ini juga terdapat beberapa jalur panjat tebing yang dibuat oleh pegiat panjat tebing, terutama pegiat panjat tebing alumni Sekolah Panjat Tebing Skygers.
Memang sebagian pengunjung ada yang enggan berkunjung ke kawasan Gunung Hawu. Akhirnya mereka yang enggan karena takut tertimpa batu Karst penambangan memilih berwisata botram/’ngaliwet’ cukup di pesawahan dan perkebunan jambu yang ada di daerah bagian bawah Gunung Hawu.
Dok. FP2KC |
Walau bagaimana pun Gunung Hawu dengan lengkungan alamnya masih seksi untuk dikunjungi. Entah itu oleh pegiat panjat tebing, entah itu oleh wisatawan yang cukup punya keberanian menghalau rintangan pengusaha tambang (untuk kemudian berada di tengah arus antara keadaan alam yang rusak dengan keadaan alam yang masih asri). Yang jelas Gunung ini masih seksi untuk dikunjungi.
Berikut penulis akan kemukakan rute kendaraan dari arah Kotamadya
Bandung (tepatnya dari alun-alun Bandung), Bandung Timur (tepatnya dari gerbang
tol Cileunyi), dan dari Terminal Leuwi Panjang.
Dari alun-alun Bandung menuju kampung Cidadap, kendaraan yang
digunakan adalah; bus damri jurusan alun-alun Ciburuy kemudian turun di
Parapatan Arab, dari Parapatan Arab naik ojeg. Ongkos naik bus damri sampai ke
Parapatan Arab adalah Rp. 3000, sedangkan ongkos ojeg dari Parapatan Arab ke
kampung Cidadap Rp. 4000. Selebihnya, dari kampung Cidadap untuk sampai ke Gunung
Hawu, kita mesti jalan kaki, lewati sawah dan pemandangan yang hijau nan segar,
dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Buat mereka yang suka
tradisional-tradisionalan ada juga rute naik delman/andong. Jika ingin naik
delman, pengunjung bisa turun di tagog, hanya saja ongkos agak sedikit mahal
Rp. 5000 per orang.
Buat temen-temen yang berada di kawasan Bandung bagian timur, bisa
melalui gerbang tol Cileunyi mengenakan bus jurusan Puncak (Bogor) dengan
ongkos per orang Rp. 5000. Prinsipnya sama, turun di Parapatan Arab atau di
Tagog. Begitu pula dengan mereka yang dari Terminal Leuwi Panjang, naik bis
jurusan Cianjur/Bogor dengan ongkos Rp. 4000. Patokannya, turun di
Parapatan Arab atau di Tagog.
Tempat Caving di samping Tebing Hawu. Dok. FP2KC |
Anggap saja jalanan rusak dari Kepuh hingga Cidadap sebagai kabar buruk, kemudian kabar baiknya adalah, saat kawan-kawan memasuki daerah perkebunan di kaki gn. Hawu, kawan-kawan pengunjung bisa makan jambu biji merah petik sendiri secara gratis asal minta pada penduduk setempat atau membelinya berkresek-kresek.
Dok. FP2KC |
Bisa juga pengunjung melalui jalur kampung Pamucatan dengan waktu
tempuh relatif singkat menuju Gunung Hawu. Hanya saja melalui jalur itu tidak
ada kebun jambu, dan tidak ada pesawahan. Seandainya kawan-kawan memilih jalur
itu, dari arah Cileunyi atau Leuwi Panjang kawan-kawan cukup berhenti di jalan
raya depan Pabrik Kurnia. Atau kawan-kawan yang dari arah alun-alun Bandung
menggunakan damri cukup berhenti di objek wisata Situ Ciburuy, dari situ
kemudian naik angkutan umum yang ke arah Cipatat, dengan ongkos Rp. 2000,
berhenti di jalan raya depan Pabrik Kurnia.
---------
sumber: http://blogoga.blogspot.com/2013/01/info-jalan-jalan-ke-gunung-hawu.html#more
Lindungi Kawasan Citatah
oh,
saya baru tahu sebukit batu, sebidang karst, segunung cadas ditelan
habis beberapa mulut, dikunyah hingga takada yang terselip di sela-sela
gigi, diawasi belati besar, sudah menancap dengan gagah di atas tebing
tertinggi, tepat di atas puncak rasa bangga pada tanah juga bebatuan
terkeras. sementara sang saka merah putih terbentang pada dinding tebing
yang merasa perlu didaki, dipanjati selalu dengan rindu yang takbiasa.
saya
memberi rasa museum untukmu, seperti yang telah ditandai pada jemari
tanganmu, jua pada beranda hatimu, dan warga membawa barongsai purba
dari tanah yang juga lama, musik berbunyi takmendayu, keringat mengecat
topeng, satu suku bangsa mati-matian perlihatkan tarian, inginnya berada
di kota besar, ikut parade mempertontonkan jenis kulit yang sengit akan
pertempuran desa terpinggir, jalan hidup yang tersingkir.
oh,
saya diberi pencak silat, tenaga dalam yang kuat,genting dan botol
pasti pecah, anak-anak tampilkan pose menantang, serupa jurus melawan
traktor kotor, dipirig musik yang menggedor-gedor kesadaran, kendang
menghentak gerak, berkat suara terompet melengking, barangkali akan
menyerempet niat tuan yang taklagi menawan.
saya
sepatutnya berduet menggandeng pupuh ampuh, kawih lirih, atau gaya
silat terhebat yang pernah tertampilkan, agar lagu takselalu dianggap
angin, takpedulikan resah warga gunung yang kerap tersandung batu itu.
Selasa, 15 Januari 2013
Penelusuran Karst Citata, Padalarang
Karst Padalarang, 9 September
2012
Minggu pagi ini menjadi waktu
yang tepat untuk menggerakkan badan dan melihat citra kuasa tanganNya lewat
bentuk alam yang tebentang di atas cakrawala. Jadi tidak salah jika aku menjadi
salah satu peserta rombongan ‘Geotrek’ yang diadakan oleh HMTG ‘GEA’ ITB
sebagai salah satu kegiatan dari rangkaian GSC. Acara GSC ini menurut seorang
‘gea’ adalah proker dwi tahunan yang bertujuan mengenalkan ilmu geologi kepada
khalayak luas. Sehingga muncullah geotrek sebagai ‘ajakan’ kepada masa kampus
untuk melihat semenarik apa bidang geologi ini.
Tidak terlalu jauh (sekitar 20
km) dari Jl. Ganesha terdapat jajaran bukit karst di daerah Padalarang. Karst
berarti daerah yang terdiri dari batuan kapur atau batuan gamping yang unsur
utamanya adalah CaCO3 (kalsium karbonat) . Kalsium inilah yang
kemudian dapat diolah menjadi berbagai pemenuh kebutuhan sehari – hari manusia,
seperti cat tembok ; pasta gigi ; semen ; pemurnian gula ; dan lain – lain. Namun
alangkah terlalu biasanya jika perjalanan ini hanya untuk melihat daerah
pertambangan kapur tanpa suguhan fenomena alam. Proses pelarutan kapur menjadi
aktor utama dalam membentuk fenomena alam yang setidaknya membuat anda
tersenyum dan berdecak kagum. Proses ini terjadi dengan bantuan dua actor utama
yaitu air (H2O) dan udara (O2). Merekalah yang akhirnya
mengionisasi kalsium karbonat menjadi ion kalsium (Ca2+). Inilah
penyebab terbentuknya natural arch bridge pada gunung Hawu, atau fenomena yang
mungkin lebih familiar kita dengar stalagmit dan stalagtit pada langit – langit
maupun lantai gua. Rute geotrek pun diplot untuk memamerkan fenomena tersebut
dan Bapak Budi Brahmantyo bertindak sebagai ‘dalang’nya. Beliau adalah pengajar
di program studi geologi ITB dan ketua kelompok riset cekungan Bandung dan
Tasikmalaya. Kecintaan dan sensenya terhadap geologi mengantarnya kepada sebuah
capaian yaitu penemuan fosil manusia pawon yang umurnya sekitar 9000 - 5600
tahun yang lalu.
Menjamah Jalur Panjat Tebing Padalarang
19/06/2012
Ngarai.com – Ketika memasuki kota Padalarang
dari arah Cianjur, pandangan kita akan dimanjakan dengan
pemandangan-pemandangan hijau dan berbukit-bukit yang cukup menarik
Perhatian. Bukit-bukit tersebut merupakan bukit dengan batuan kapur atau
karst.
Kawasan Karst di Padalarang ada di Jawa
barat, dan merupakan kawasan karst tertua yang di Jawa. Bahkan, di salah
satu tempat kawasan tersebut merupakan lokasi situs arkeologi zaman
pra-sejarah. Yakni, di daerah goa Pawon yang pernah diketemukan kerangka
manusia lengkap pada saat penggalian.
Selain itu, kawasan karst di daerah tersebut juga dijadikan objek wisata minat khusus panjat tebing.
Hampir seluruh penggiat panjat tebing yang ada di daerah Jakarta, Jawa
barat dan sekitarnya pernah menikmati pemanjatan di sana.
Kawasan karst di daerah Padalarang
terbagi menjadi beberapa gunung dan juga memiliki nama populer
tersendiri. Gunung kapur yang tertinggi adalah gunung Singgalang, yang
memiliki ketinggian tebing 125 meter dari permukaan dan biasa disebut
tebing Citatah 125. Kawasan tebing Citatah 125 ini
menjadi pusat pendidikan untuk sekolah panjat tebing yang ada di
Bandung. Kawasan tebing Citatah 125, merupakan kawasan pemanjatan tebing
alam yang memiliki cukup banyak jalur pemanjatan sport maupun pemanjatan artificial. Dengan grade pemanjatan cukup variatif, dan rute-rute yang menarik bagi pemula maupun untuk pemanjat profesional.
Masih berada satu gugusan dengan tebing Citatah 125, terdapat gunung Manik atau lebih dikenal dengan tebing Citatah 48,
karena memiliki ketinggian tebing sekitar 48 meter dari permukaan
tanah. Tebing Citatah 48 memiliki ciri khas yang membedakan dengan
tebing lainnya. Tepat berada di puncak tebing terdapat sebuah tugu
berbentuk pisau belati yang menancap. Pisau belati ini menjadi ciri khas
yang sangat mencolok pada malam hari karena sinar lampunya. Tebing
Citatah 48 juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tentara angkatan
darat.
Kemudian, berada diseberang tebing Citatah 125 dan Citatah 48,
terlihat gunung kapur yang memiliki intensitas penambangan lebih tinggi
di banding kawasan tebing lainnya. Disana merupakan gunung Pabeasan
atau lebih dikenal dengan tebing Citatah 90, karena memiliki ketinggian
tebing sekitar 80 – 90 meter dari permukaan tanah. Kawasan karst daerah
Padalarang dikenal popular dengan nama kawasan tebing Citatah karena
letaknya berada di desa Citatah, kecamatan Cipatat. Bagi penggiat panjat
tebing, kawasan ini merupakan lokasi favorit untuk pemanjatan.
Selain, nama-nama tebing di atas ada
lokasi yang memang jarang di kenal yakni gunung Hawu. Letaknya berada
dibelakang posisi tebing Citatah 125, dapat di tempuh sekitar 30 menit
berjalan kaki melintasi sisi tebing Citatah 125 atau sekitar 15 menit
menggunakan kendaraan bermotor. Namun, jika menggunakan kendaraan mesti
berputar cukup jauh. Lokasi pemanjatan di gunung Hawu ini, berada di
tengah-tengah lembah dan sama sekali tidak ada pemukiman di sekitarnya.
Disana sudah di pasang beberapa jalur pemanjatan dengan grade yang cukup menantang. (Jamaludin).
---------
sumber:http://www.ngarai.com/menjamah-jalur-panjat-tebing-padalarang/
Minggu, 13 Januari 2013
Situ Ciburuy
Situ Ciburuy laukna hese dipancing
Nyeredet hate ningali herang caina
Duh itu saha nu ngalangkung unggal enjing
nyeredet hate ningali sorot socana
Yang artinya ya itu tadi. Situ Ciburuy ikannya susah dipancing. Hati
berdesir melihat jernih air disana. Lirik seterusnya silahkan dicari
sendiri artinya. Nah Situ Ciburuy ini, setelah saya lihat sih tidak
jernih-jernih amat. Dan banyak tukang mancing yang mencoba memancing
ikan di tepinya. Kelihatan dari tangkai pancingnya. Ya nyari ikan lah,
kalo nyari belut kan namanya ngurek. Pasti orang-orang yang memancing
itu sangat gigih. Udah tahu susah masih dipancing juga.
Situ
Ciburuy terletak di sebelah sanaan dikit dari pintu keluar tol
Padalarang. Tempatnya sepi. Tidak banyak tampak orang berkunjung kesana,
kecuali pasangan yang pacaran, orang yang suka engga puguh-puguh ingin
menyendiri dan kurang kerjaan seperti saya, dan beberapa anak-anak muda
yang berpiknik di atas perahu. Membawa bekal makanan dan tertawa-tawa
girang. Tukang perahu dan perahunya tidak banyak, hanya ada beberapa.
Perahunya cantik. Bercat warna-warni menyolok dan memakai dayung.
Jumlahnya kurang dari jumlah jari tangan saya.
Langganan:
Postingan (Atom)