Laman

Minggu, 27 Januari 2013

Foto Kegiatan Di Pabeasan

FOTO-FOTO Kegiatan Saat Di Pabeasan With Rekan-Rekan


Foto Kegiatan Di SMPN 3 Padalarang

FOTO-FOTO SAAT KEGIATAN DI SMPN 3 Padalarang dengan anak-anak SAINSCLUB tanggal 26-01-2013


Gerbang Utama SMPN 3 Padalarang

Liputan: MEMBUMIKAN PESANTREN ALAM





















Harian SEPUTAR INDONESIA


sumber: http://pedulikarstcitatah.blogspot.com/2012/08/blog-post.html

Info Jalan-jalan ke Gunung Hawu

Gunung Hawu terletak diantara dua kampung; kampung Pamucatan dengan kampung Cidadap. Namun secara administratif gunung ini berada di kawasan kampung Cidadap (RW 12/RT 2). Lebih tepatnya, gunung ini berada di kawasan Desa Padalarang, Kec. Padalarang, Kab. Bandung Barat (Bukan Desa Cipatat seperti yang diklaim pengusaha tambang).

Gunung Hawu ini unik, karena membentuk gua (hawu) bila dilihat dari depan atau membentuk lubang bila dilihat dari atas. Adapun secara ilmiah gunung ini sering disebut-sebut memiliki lengkungan alam. Proses terbentuknya lengkungan alam di Gunung Hawu sangatlah unik dan menjadi perhatian ilmuan di bidang perbatuan. Malahan lengkungan alami yang ada di Gunung Hawu sering disetarakan dengan lengkungan alami yang ada di Amerika. Tepatnya disamakan dengan lengkungan alam yang ada di Virginia dan Utah. Besarnya dimensi lengkungan alam yang terdapat di Gunung Hawu, membuat ia disebut juga jembatan alam.

Adapun penamaan Hawu (bahasa Sunda yang berarti perapian yang membentuk lubang), berasal dari penduduk sekitar. Pasalnya penamaan Hawu hanya relevan saat kita melihat gunung ini dari arah perkampungan Cidadap. Hawu adalah tempat penduduk lokal memasak. Berbentuk lubang, lubangnya diisi kayu bakar, di atas lubang disematkan peralatan masak, seperti ;panci, katel dan lain-lain. Oleh karenanya penamaan Hawu hanya relevan jika kita melihatnya dari arah depan yaitu dari kampung Cidadap, tidak dari arah belakang/ kampung Pamucatan.



Gunung ini sempat menjadi objek wisata pavorit bagi warga desa Padalarang. Pasalnya, di gunung ini ketika itu masih terdapat banyak monyet, dan pepohonannya lumayan rimbun, pemandangan apalagi, masih tampak indah. Penulis sendiri sempat mengalami masa-masa itu, saat monyet masih tidak malu-malu bertatap muka dengan pengunjung yang berniat sekedar ‘botram’.

Gn. Hawu. Internet
Berbeda dengan kini. Kini di bagian atas Gunung Hawu sudah dijadikan areal pertambangan, batu kapur (Karst) yang ada di situ dikeruk sejadi-jadinya. Wisatawan atau pengunjung, sekalipun penduduk lokal jadi ‘ogah-ogahan’ berkunjung ke situ. Selain pemandangannya sudah tidak elok lagi, areal pertambangan memang berbahaya. Sewaktu-waktu bisa jadi ada batu yang berguguran tak terkendali jatuh ke bawah, itu berbahaya bisa-bisa menimpa pengunjung.

Selain cara penambangannya yang sudah tidak sederhana lagi. Para pengusaha tambang, atas nama efisiensi dan efektifitas sudah meninggalkan cara-cara menambang batu secara tradisional. Cara-cara itu digantikan dengan cara yang lebih halus atau kasar, dengan massif dan teknik tinggi. Adakalanya pengusaha tambang menggunakan cara kasar yaitu dengan menanam dinamit kecil di dalam batu yang akan ditambang kemudian diledakan. Adakalanya menggunakan cara halus dengan cara menggergaji batu Karst yang ditambang.



Namun, walaupun penambangan sudah semakin massif dan modern merusak sebagian Gunung Hawu. Masih ada saja yang suka berkunjung ke Gunung Hawu. Sebab lengkungan alam /jembatan alam yang unik itu berhasil dilindungi oleh hukum negara, dilarang ada yang merusak itu. Oleh karenanya tebing di areal itu tak berani ada yang menganggu, dan ini menjadi daya tarik bagi para pegiat panjat tebing.

Gn. Hawu. Internet

Tepat di areal lengkungan alam dulunya adalah tempat penduduk lokal berburu sarang walet. Sekarang tidak lagi, karena areal berburu sarang walet sekarang sudah terurug tanah akibat batu-batu Karst penyangga tanah dibabat habis dari atas. Juga di areal itu terdapat gua vertikal yang dalamnya kira-kira 50 meter (baca di sini: Ada Tempat Caving di Samping Tebing Hawu). Di areal ini juga terdapat beberapa jalur panjat tebing yang dibuat oleh pegiat panjat tebing, terutama pegiat panjat tebing alumni Sekolah Panjat Tebing Skygers.

 

Memang sebagian pengunjung ada yang enggan berkunjung ke kawasan Gunung Hawu. Akhirnya mereka yang enggan karena takut tertimpa batu Karst penambangan memilih berwisata botram/’ngaliwet’ cukup di pesawahan dan perkebunan jambu yang ada di daerah bagian bawah Gunung Hawu.


Dok. FP2KC

Walau bagaimana pun Gunung Hawu dengan lengkungan alamnya masih seksi untuk dikunjungi. Entah itu oleh pegiat panjat tebing, entah itu oleh wisatawan yang cukup punya keberanian menghalau rintangan pengusaha tambang (untuk kemudian berada di tengah arus antara keadaan alam yang rusak dengan keadaan alam yang masih asri). Yang jelas Gunung ini masih seksi untuk dikunjungi.


Berikut penulis akan kemukakan rute kendaraan dari arah Kotamadya Bandung (tepatnya dari alun-alun Bandung), Bandung Timur (tepatnya dari gerbang tol Cileunyi), dan dari Terminal Leuwi Panjang.

Dari alun-alun Bandung menuju kampung Cidadap, kendaraan yang digunakan adalah; bus damri jurusan alun-alun Ciburuy kemudian turun di Parapatan Arab, dari Parapatan Arab naik ojeg. Ongkos naik bus damri sampai ke Parapatan Arab adalah Rp. 3000, sedangkan ongkos ojeg dari Parapatan Arab ke kampung Cidadap Rp. 4000. Selebihnya, dari kampung Cidadap untuk sampai ke Gunung Hawu, kita mesti jalan kaki, lewati sawah dan pemandangan yang hijau nan segar, dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Buat mereka yang suka tradisional-tradisionalan ada juga rute naik delman/andong. Jika ingin naik delman, pengunjung bisa turun di tagog, hanya saja ongkos agak sedikit mahal Rp. 5000 per orang.


Buat temen-temen yang berada di kawasan Bandung bagian timur, bisa melalui gerbang tol Cileunyi mengenakan bus jurusan Puncak (Bogor) dengan ongkos per orang Rp. 5000. Prinsipnya sama, turun di Parapatan Arab atau di Tagog. Begitu pula dengan mereka yang dari Terminal Leuwi Panjang, naik bis jurusan Cianjur/Bogor dengan ongkos Rp. 4000.  Patokannya, turun di Parapatan Arab atau di Tagog.

Tempat Caving di samping Tebing Hawu. Dok. FP2KC
Dari Tagog atau dari Parapatan Arab, kawan-kawan akan disuguhi jalan berbatu dan terjal saat memasuki kampung Kepuh, yaitu kampung sebelum memasuki kampung yang dituju yaitu kampung Cidadap. Hingga hari ini (5/01/2013), jalan di kawasan Kepuh hingga Cidadap ini sudah bertahun-tahun dibiarkan rusak begitu saja oleh pemerintahan setempat, dalam hal ini Pemerintah Desa Padalarang. Padahal jika dilihat dari sumber daya alam dan manusia yang ada, kawasan Cidadap adalah kawasan sentra budidaya jambu biji merah untuk Kabupaten Bandung Barat. Dan organisasi petaninya cukup produktif, hingga petaninya memiliki penggilingan padi sendiri dan alat-alat yang menunjang kinerja tani lainnya. Tak lupa juga ada koperasi di situ sebagai wadah ekonomi para petani kawasan Cidadap.

Anggap saja jalanan rusak dari Kepuh hingga Cidadap sebagai kabar buruk, kemudian kabar baiknya adalah, saat kawan-kawan memasuki daerah perkebunan di kaki gn. Hawu, kawan-kawan pengunjung bisa makan jambu biji merah petik sendiri secara gratis asal minta pada penduduk setempat atau membelinya berkresek-kresek.

Dok. FP2KC
Bisa juga pengunjung melalui jalur kampung Pamucatan dengan waktu tempuh relatif singkat menuju Gunung Hawu. Hanya saja melalui jalur itu tidak ada kebun jambu, dan tidak ada pesawahan. Seandainya kawan-kawan memilih jalur itu, dari arah Cileunyi atau Leuwi Panjang kawan-kawan cukup berhenti di jalan raya depan Pabrik Kurnia. Atau kawan-kawan yang dari arah alun-alun Bandung menggunakan damri cukup berhenti di objek wisata Situ Ciburuy, dari situ kemudian naik angkutan umum yang ke arah Cipatat, dengan ongkos Rp. 2000, berhenti di jalan raya depan Pabrik Kurnia.

---------
sumber: http://blogoga.blogspot.com/2013/01/info-jalan-jalan-ke-gunung-hawu.html#more

Lindungi Kawasan Citatah

oh, saya baru tahu sebukit batu, sebidang karst, segunung cadas ditelan habis beberapa mulut, dikunyah hingga takada yang terselip di sela-sela gigi, diawasi belati besar, sudah menancap dengan gagah di atas tebing tertinggi, tepat di atas puncak rasa bangga pada tanah juga bebatuan terkeras. sementara sang saka merah putih terbentang pada dinding tebing yang merasa perlu didaki, dipanjati selalu dengan rindu yang takbiasa.

saya memberi rasa museum untukmu, seperti yang telah ditandai pada jemari tanganmu, jua pada beranda hatimu, dan warga membawa barongsai purba dari tanah yang juga lama, musik berbunyi takmendayu, keringat mengecat topeng, satu suku bangsa mati-matian perlihatkan tarian, inginnya berada di kota besar, ikut parade mempertontonkan jenis kulit yang sengit akan pertempuran desa terpinggir, jalan hidup yang tersingkir.

oh, saya diberi pencak silat, tenaga dalam yang kuat,genting dan botol pasti pecah, anak-anak tampilkan pose menantang, serupa jurus melawan traktor kotor, dipirig musik yang menggedor-gedor kesadaran, kendang menghentak gerak, berkat suara terompet melengking, barangkali akan menyerempet niat tuan yang taklagi menawan.

saya sepatutnya berduet menggandeng pupuh ampuh, kawih lirih, atau gaya silat terhebat yang pernah tertampilkan, agar lagu takselalu dianggap angin, takpedulikan resah warga gunung yang kerap tersandung batu itu.
-------
sumber: http://pedulikarstcitatah.blogspot.com/

Selamat Membaca

Selasa, 15 Januari 2013

Penelusuran Karst Citata, Padalarang

Karst Padalarang, 9 September 2012
Minggu pagi ini menjadi waktu yang tepat untuk menggerakkan badan dan melihat citra kuasa tanganNya lewat bentuk alam yang tebentang di atas cakrawala. Jadi tidak salah jika aku menjadi salah satu peserta rombongan ‘Geotrek’ yang diadakan oleh HMTG ‘GEA’ ITB sebagai salah satu kegiatan dari rangkaian GSC. Acara GSC ini menurut seorang ‘gea’ adalah proker dwi tahunan yang bertujuan mengenalkan ilmu geologi kepada khalayak luas. Sehingga muncullah geotrek sebagai ‘ajakan’ kepada masa kampus untuk melihat semenarik apa bidang geologi ini. 
Tidak terlalu jauh (sekitar 20 km) dari Jl. Ganesha terdapat jajaran bukit karst di daerah Padalarang. Karst berarti daerah yang terdiri dari batuan kapur atau batuan gamping yang unsur utamanya adalah CaCO3 (kalsium karbonat) . Kalsium inilah yang kemudian dapat diolah menjadi berbagai pemenuh kebutuhan sehari – hari manusia, seperti cat tembok ; pasta gigi ; semen ; pemurnian gula ; dan lain – lain. Namun alangkah terlalu biasanya jika perjalanan ini hanya untuk melihat daerah pertambangan kapur tanpa suguhan fenomena alam. Proses pelarutan kapur menjadi aktor utama dalam membentuk fenomena alam yang setidaknya membuat anda tersenyum dan berdecak kagum. Proses ini terjadi dengan bantuan dua actor utama yaitu air (H2O) dan udara (O2). Merekalah yang akhirnya mengionisasi kalsium karbonat menjadi ion kalsium (Ca2+). Inilah penyebab terbentuknya natural arch bridge pada gunung Hawu, atau fenomena yang mungkin lebih familiar kita dengar stalagmit dan stalagtit pada langit – langit maupun lantai gua. Rute geotrek pun diplot untuk memamerkan fenomena tersebut dan Bapak Budi Brahmantyo bertindak sebagai ‘dalang’nya. Beliau adalah pengajar di program studi geologi ITB dan ketua kelompok riset cekungan Bandung dan Tasikmalaya. Kecintaan dan sensenya terhadap geologi mengantarnya kepada sebuah capaian yaitu penemuan fosil manusia pawon yang umurnya sekitar 9000 - 5600 tahun yang lalu.

Menjamah Jalur Panjat Tebing Padalarang

19/06/2012
Ngarai.com – Ketika memasuki kota Padalarang dari arah Cianjur, pandangan kita akan dimanjakan dengan pemandangan-pemandangan hijau dan berbukit-bukit yang cukup menarik Perhatian. Bukit-bukit tersebut merupakan bukit dengan batuan kapur atau karst.
Kawasan Karst di Padalarang ada di Jawa barat, dan merupakan kawasan karst tertua yang di Jawa. Bahkan, di salah satu tempat kawasan tersebut merupakan lokasi situs arkeologi zaman pra-sejarah. Yakni, di daerah goa Pawon yang pernah diketemukan kerangka manusia lengkap pada saat penggalian.
Selain itu, kawasan karst di daerah tersebut juga dijadikan objek wisata minat khusus panjat tebing. Hampir seluruh penggiat panjat tebing yang ada di daerah Jakarta, Jawa barat dan sekitarnya pernah menikmati pemanjatan di sana.
Kawasan karst di daerah Padalarang terbagi menjadi beberapa gunung dan juga memiliki nama populer tersendiri. Gunung kapur yang tertinggi adalah gunung Singgalang, yang memiliki ketinggian tebing 125 meter dari permukaan dan biasa disebut tebing Citatah 125. Kawasan tebing Citatah 125 ini menjadi pusat pendidikan untuk sekolah panjat tebing yang ada di Bandung. Kawasan tebing Citatah 125, merupakan kawasan pemanjatan tebing alam yang memiliki cukup banyak jalur pemanjatan sport maupun pemanjatan artificial. Dengan grade pemanjatan cukup variatif, dan rute-rute yang menarik bagi pemula maupun untuk pemanjat profesional.
Masih berada satu gugusan dengan tebing Citatah 125, terdapat gunung Manik atau lebih dikenal dengan tebing Citatah 48, karena memiliki ketinggian tebing sekitar 48 meter dari permukaan tanah. Tebing Citatah 48 memiliki ciri khas yang membedakan dengan tebing lainnya. Tepat berada di puncak tebing terdapat sebuah tugu berbentuk pisau belati yang menancap. Pisau belati ini menjadi ciri khas yang sangat mencolok pada malam hari karena sinar lampunya.  Tebing Citatah 48 juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tentara angkatan darat.
Kemudian, berada diseberang tebing Citatah 125 dan Citatah 48, terlihat gunung kapur yang memiliki intensitas penambangan lebih tinggi di banding kawasan tebing lainnya. Disana merupakan gunung Pabeasan atau lebih dikenal dengan tebing Citatah 90, karena memiliki ketinggian tebing sekitar 80 – 90 meter dari permukaan tanah. Kawasan karst daerah Padalarang dikenal popular dengan nama kawasan tebing Citatah karena letaknya berada di desa Citatah, kecamatan Cipatat. Bagi penggiat panjat tebing, kawasan ini merupakan lokasi favorit untuk pemanjatan.
Selain, nama-nama tebing di atas ada lokasi yang memang jarang di kenal yakni gunung Hawu. Letaknya berada dibelakang posisi tebing Citatah 125, dapat di tempuh sekitar 30 menit berjalan kaki melintasi sisi tebing Citatah 125 atau sekitar 15 menit menggunakan kendaraan bermotor. Namun, jika menggunakan kendaraan mesti berputar cukup jauh. Lokasi pemanjatan di gunung Hawu ini, berada di tengah-tengah lembah dan sama sekali tidak ada pemukiman di sekitarnya. Disana sudah di pasang beberapa jalur pemanjatan dengan grade yang cukup menantang.  (Jamaludin).
---------
sumber:http://www.ngarai.com/menjamah-jalur-panjat-tebing-padalarang/
Selamat Membaca

Minggu, 13 Januari 2013

Situ Ciburuy


….katanya ikan disana susah dipancing. Seperti dalam penggalan lagu Bubuy Bulan berikut ini:
Situ Ciburuy laukna hese dipancing
Nyeredet hate ningali herang caina
Duh itu saha nu ngalangkung unggal enjing
nyeredet hate ningali sorot socana
Yang artinya ya itu tadi. Situ Ciburuy ikannya susah dipancing. Hati berdesir melihat jernih air disana. Lirik seterusnya silahkan dicari sendiri artinya. Nah Situ Ciburuy ini, setelah saya lihat sih tidak jernih-jernih amat. Dan banyak tukang mancing yang mencoba memancing ikan di tepinya. Kelihatan dari tangkai pancingnya. Ya nyari ikan lah, kalo nyari belut kan namanya ngurek. Pasti orang-orang yang memancing itu sangat gigih. Udah tahu susah masih dipancing juga.
img_2957.jpgSitu Ciburuy terletak di sebelah sanaan dikit dari pintu keluar tol Padalarang. Tempatnya sepi. Tidak banyak tampak orang berkunjung kesana, kecuali pasangan yang pacaran, orang yang suka engga puguh-puguh ingin menyendiri dan kurang kerjaan seperti saya, dan beberapa anak-anak muda yang berpiknik di atas perahu. Membawa bekal makanan dan tertawa-tawa girang. Tukang perahu dan perahunya tidak banyak, hanya ada beberapa. Perahunya cantik. Bercat warna-warni menyolok dan memakai dayung. Jumlahnya kurang dari jumlah jari tangan saya.